MAKALAH TENTANG TAWASSUL
Kata pengantar
Segala
puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah membantu penulis menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa bantuannya, mungkin penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan ribuan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini penulis buat dengan tujuan agar para pembaca mengetahui lebih dalam tentang TAWAASUL dan WASILAH.
penulis berharap makalah ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya,
sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan dan
juga ilmu pengetahuan.
Penulis
sadar bahwa makalah yang buat ini tidaklah sempurna, masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini. Untuk kesempurnaan makalah
ini penulis menerima segala kritikan dan saran yang membangun dari semua pembaca. Terima kasih
Semarang, 27 Oktober 2015
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar.........................................................................................................
Daftar Isi....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................
1.2 Perumusan Masalah................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................
1.5 Sistematika Penulisan..............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tawaassul dan Wasilah ........................................................
2.2 Tawassul yang di perbolehkan.................................................................
2.3Pengertian rabb dalam al-qur’an dan as-sunnah dan dalam pandangan umat-umat yangsesat
2.4 Sanggahan Terhadap Pandangan yang Bathil.........................................
2.5 Alam semesta dan fitrahnya dalam tunduk dan patuh kepada allah……
2.6 Manhaj al-qur’an dalam menetapkan wujud dan keesaan al-khaliq……………
2.7 Tauhid Rububiyah Mengharuskan adanya Tauhid Uluhiyah………………………….
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan...............................................................................................
4.2 Saran........................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sekarang,
masyarakat islam banyak sekali yang tidak tahu tentang Tawassul dan
Wasilah. Secara umumnya tawassul beerti mengambil sesuatu sebab yang
dibenarkan syara’ untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
Atau,
melakukan sesuatu ibadah, yang mana ibadah tersebut dijadikan perantara
untuk mendapat keredhaannya.Tawassul biasanya berkait dengan doa, dimana
seseorang yang berdoa menjadikan sesuatu sebagai perantara supaya
doanya dikabulkan oleh Allah.
Sebagai contoh : “Wahai Allah yang maha pengampun, ampunkanlah aku.”
Didalam doa ini, si pendoa menjadikan sifat Allah yang maha pengampun, sebagai wasilah(perantara) agar Allah mengampunkan doanya.
1. Syaikh Abu Saif Al- Hammami, salah seorang ulama al Azhar menyatakan bahwa terdapat sekelompok ( di Indonesia juga ada ) yang mengatakan bahwa tawassul Hukumnya Musyrik, membawa kekafiran dan karenanya maka orang yang tawassul dengan Nabi dan para Wali Allah telah menjadi halal darahnya.
Selanjutnya ulama Al Azhar itu menegaskan bahwa orang yang bertawassul itu sama sekali tidak beri'tqad bahwa terlintas dalam hatinyapun tidak bahwa para Nabi dan wali yang ditawasuli itulah tempat mereka memohon. Tetapi hanya Allahlah tempat meminta, hanya Allah belaka yang mengabulkan permohonan.
Demikianlah
sesungguhnya keyakinan yang ada dalam benak hati orang – orang yang
tawassul, siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.
2. Kalau
kita mau membaca diri sendiri, maka akan mengetahui bahwa diri kita ini
penuh dosa, maksiat dan kedzaliman, dan ini mengakibatkan terhalangnya
pengabulan pengabdian kita, dan karena do'a itu termasuk pengabdian (
ibadah) maka do'a pun akan tidak terkabulkan karena Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa" ( Q.S.al Maidah : 27 ).
Oleh karena itu maka selayaknya jika dalam mengunjukkan permohonan itu memakai perantara orang – orang yang
dekat kepada Allah, para Nabi dan Waliyullah, ulama dan shalihin, sebab
merekalah orang – orang yang paling berhak memperoleh kenikmatan dari
Allah dan permohonannya selalu dikabulkan.
3. Dengan
begitu maka sesungguhnya tawassul adalah salah atu yang lebih etis /
sopan serta luwes dalam mengunjukkan sesuatu permohonan kepada Allah,
Dzat Yang Maha Suci dan Maha Agung itu.
4. Allah
adalah Maha Pengasih, Murah dan Maha Pengabul Permohonan. Itu adalah
Allah. Sedang kita selaku makhluk, sudah barang tentu mempunyai aturan,
sopan santun dan tatakrama
sendiri dalam upaya mendapatkan kemurahan tersebut. Memanglah kesopanan
dan tatakrama hanya dilakukan oleh orang yang mau sopan, tahu adab dan
tidak sombong.
5. Dalam kenyataanya hampir seluruh anugerah Allah yang dicurahkan kepada para makhluk itu mesti dengan perantaraan sesuatu.
Obat menjadi perantara datangnya kesembuhan. Ulama/ Guru menjadi wasilah datangnya rizki Allah dan lain – lain. Semua itu sebagai
wasilah, sedang sumber pertamanya adalah Allah. Demikian pula dalam
masalah do'a anugerah Allah yang wujudnya keterkabulan itu datangnya
dengan wasilah para Nabi,Ulama' ,Shalihin. Kita
semua tahu bahwa yang didekati adalah (diziarahi) adalah para kekasih
Allah, oleh karena itu hukum wasilah adalah boleh,diperintahkan agama
sebagaimana firman Allah diatas. Apabila kita sudah mengerti duduk
persoalannya, tidaklah benar orang yang mengatakan bahwa tawassul itu
adalah musyrik
Allah berfirman :
" Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi
mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan}
di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji)
Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar ' (Q.S.Yunus : 62 -64 ).
Kecintaan Allah terhadap mereka ditegaskan dalam Al Qur'an:
`"
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya " ( Q.S.an Nisa': 69 ).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Tawassul dan Wasillah?
2. Jelaskan Jenis-jenis Tawassul?
3. Bagaimana pandangan ulama tentang Tawassul?
4. Apa dalil tentang Tawassul?
5. Kenapa kita lebih baik bertawassul dengan orang yang sholeh?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk Memahami pengertian Tawassul dan Wasilah
2. Untuk mengetahui apa saja jenis Tawassul
3. Untuk mengetahui apa tanggapan para ulama tentang Tawassul
4. Untuk mengetahui dalil tentang tawassul
5. Untuk mengetahui Kenapa kita lebih baik bertawassul dengan orang yang sholeh
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat Penulisan dalam makalah ini adalah:
- Menambah wawasan penulis dan pembaca
- Memberi informasi kepada pembaca tentang Tawassul dan Wasilah
- Memberi informasi guna memperbaiki akhlak kita sesama muslim
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tawassul dan Wasilah
Pemahaman
tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat islam selama ini adalah
bahwa Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara, baik
perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh
yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah. Jadi
tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT.
•
Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada Allah menjadikan
perantaraan berupa sesuatu yang dicintainya dan dengan berkeyakinan
bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut.
• Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya da. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlorot sesungguhnya hanyalah Allah semata.
• Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa. Banyak sekali cara untuk berdo'a agar dikabulkan Allah, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan mendahuluinya dengan bacaan alhamdulillah dan sholawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar do'a yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah s.w.t. Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan.
• Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya da. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlorot sesungguhnya hanyalah Allah semata.
• Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa. Banyak sekali cara untuk berdo'a agar dikabulkan Allah, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan mendahuluinya dengan bacaan alhamdulillah dan sholawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar do'a yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah s.w.t. Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan.
2.2 Jenis jenis Tawassul
Ibn
Taimiah dan pengikutnya hanya membenarkan tawassul pada tiga keadaan
sahaja. Mereka menyanggah tawassul lain daripada itu, bahkan menganggap
bahawa ianya boleh membawa kepada syirik dan kufur.
Tiga
keadaan atau bahagian itu ialah seperti yang telah dinyatakan oleh
Muhammad idul Abbasi di dalam kitab ‘At-Tawassul anwa’uhu wa Ahkamuhu’.
Beliau sendiri telah menyalin kata-kata yang telah ditulis oleh
Nasiruddin Al-Abani seperti berikut:-
3 َูู
ِู
َّุง
ุณَุจََู ุชَุนَูู
ُ ุฃََّู ุงูุชََّูุณَُّู ุงูู
َุดุฑُูุนَ ุงََََّูุฐِู ุฏََّูุช ุนََِููู
ُูุตُูุตُ ุงِููุชَุงุจِ َูุงูุณَُّูุฉِ َูุฌَุฑَู ุนََِููู ุนَู
َُู ุงูุณََِّูู
ุงูุตَّุงِูุญِ َูุฃَุฌู
َุน ุนََِููู ุงูู
ُุณِูู
َُูู َُูู ุงูุชََّูุณُُّู ุจِุงุณู
ٍ ู
ِู
ุงَุณู
َุงุกِ ุงِููู ุชَุจَุงุฑََู َูุชَุนَุงَูู ุฃَู ุตَِูุชٍ ู
ِู ุตَِูุชِِู,
ุงَูุชَّูุณُُّู ุจِุนَู
ٍَู ุตَุงِูุญٍ َูุงู
َ ุจِِู ุงูุฏَّุงุนِู, ุงَูุชََّูุณُُّู
ุจِุฏُุนَุงุกِ ุฑَุฌٍُู ุตَุงِูุญٍ
Maksudnya:
“Maka dari apa yang telah lalu, kamu ketahui bahawa tawassul yang
disyariatkan , yang telah ditujukan oleh nas-nas Al-Quran, As-Sunnah,
amalan salafussoleh dan ijmak muslimin adalah:-
1- Tawassul dengan salah satu daripada nama-nama Allah Ta’ala atau salah satu dari sifat Allah Ta’ala.
2- Tawassul dengan amal soleh yang dikerjakan oleh orang yang meminta itu.
3- Tawassul dengan doa orang-orang soleh.
Ketiga-tiga
bahagian tawassul yang dinyatakan oleh golongan ini memang telah ijmak
ulama atas keharusannya dan jumhur ulama ahli sunnah wal jamaah tidak
mempertikaikannya, kerana dalil-dalil tentangnya telah jelas dan telah
masyhur dikalangan orang ramai. Cuma bagi kaum ahli sunnah wal jamaah,
mereka bukan sahaja mengharuskan ketiga bentuk tawassul itu sahaja,
bahkan mereka juga telah mengharuskan tawassul dengan orang-orang soleh
yang telah wafat atau yang telah atau telah meninggal dunia kerana
diketahui di dalam al-Quran Allah telah berfirman:-
4 َููุงَ ุชَُُููููุง ِูู
َู ُููุชَُู ِูู ุณَุจِِูู ุงِููู ุฃَู
َูุงุชُ ุจَู ุฃَุญَูุงุกٌ َِูููู ูุงَ ุชَุดุนُุฑَُูู
Maksudnya:-
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur dijalan
Allah itu mati, bahkan sebenarnya mereka itu hidup (iaitu hidup di alam
dan bukan di alam kita ini, dimana mereka mendapat kenikmatan disisi
Allah dan hanya Allah sahajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup
itu), tetapi kamu tidak menyedarinya.
(Al-Baqarah:154)
Dan sebenarnya disinilah titik perselisihan diantara golongan ahli sunnah wal jamaah dengan Ibn Taimiah serta pengikutnya.
Berhubungan
dengan ini, Imam Zaki Ibrahim dalam bukunya ‘Al-Ifham wal Ifham Au
Qadaya Al-Wasilah wal Qubur’ telah menjelaskan dimanakah tempat
perselisihan tersebut seperti berikut:-
5 َูุฅَِّูู
َุง
ุงูุฎِูุงَُู َُูู ุนََูู ุงูุชََّูุณَُّู ุจِุงูู
َِّูุชِ ุงูุตَّุงِูุญِ, ََููู
َِููุฏ
َูุฎุชَُِูู ุนََูู ุฌََูุงุฒِِู ุงَุญَุฏٌ ู
َِู ุงูุณََِّูู ِููู
َุนَูู ุงَّูุฐِู
َูุฏَّู
َูุง ุงَِูู ุงُููุฑِู ุงูุณَّุงุจِุนِ, ุญَูุซُ ุงุจุชَุฏَุนَ ุงَุจُู ุชَูู
َِّูุฉٍ
َูุฐَุง ุงูุฎَِูุงَู ุงَููุชَّุงَู, ََููู
َُููู َِูููุชَู
ُّ ุจِِู ุงَุญَุฏٌ ุญَุชَّู
ุชَุจَูุงُู ุงََูููุงุจَِّูุฉُ ู
ُูุฐُ ุงَููุฑِู ุงูุซَّุงِูุซِ ุนَุดَุฑَ, ِูุฃَุณุจَุงุจِ,
َูุนَุตَุจَِّูุฉِ َูุจَِููุฉٍ, َูู
َุชَّุนُูุง ุงูุชََّูุณَُّู ุงَِูู ุงِููู ุจِุตَุงِูุญِู
ุงูู
َูุชَู َูุชَุณَุชَّุฑُูุง ุจِุงุณู
ِ ุงูุชَّูุญِูุฏِ ุงูู
َุธُููู
ِ...!!
Maksudnya:
“Yang menjadi khilaf ialah tawassul dengan mayat yang soleh.
Hampir-hampir tiada seorangpun dari ulama salaf yang berselisih atas
keharusan bertawassul dengan mayat yang soleh itu, sampailah ke kurun
yang ketujuh dimana Ibn Taimiah lah yang telah mereka-rekakan
perselisihan yang membawa fitnah itu dan tiada seorangpun yang mengambil
berat tentangnya sehinggalah Wahabi mengambil berat tentangnya pada
kurun ke tiga belas. Ini adalah sebab-sebab politik dan taksub kabilah.
Mereka pun melarang tawassul kepada Allah dengan mayat yang soleh dan
mereka berselindung di sebalik tauhid yang dizalimi”.
As-Syeikh
Muhammad bin Alawi Al-Maliki di dalam kitabnya ‘Mafahim yajibu an
Tusahah’ juga menyatakan tempat yang menjadi perselisihan itu seperti
berikut:-
6 َูู
َุญَُّู
ุงูุฎَِูุงِู ِูู ุงูู
َุณุฃََูุฉِ ุงูุชََّูุณُِّู ุจِุบَูุฑِ ุนَู
َِู ุงَูู
ُุชََّูุณَِّู ,
َูุงูุชََّูุณُِّู ุจِุงูุฐََّูุงุชِ َูุงูุฃَุดุฎَุงุตِ ุจِุฃَู ََُูููู ุงَُّูููู
َّ
ุฅِِّูู ุฃَุชََูุณَُّู ุฅََِููู ุจَِูุจَِِّูู ู
ُุญَู
َّุฏٍ ุตَّูู ุงُููู ุนََِููู
َูุณََّูู
َ ุฃَู ุฃَุชََูุณَُّู ุฅََِููู ุจِุฃَุจِู ุจَูุฑِ ุงูุตِّุฏِِّูู ุฃَู ุจِุนُู
َุฑِ
ุจِู ุงูุฎَุทَّุงุจِ ุฃَู ุจِุนُุซู
َุงَู ุฃَู ุจِุนَِِّูู ุฑَุถَِู ุงُููู ุนَُููู
,
ََููุฐَุง َُูู ุงูู
َู
ُููุนُ ุนِูุฏَ ุจَุนุถِِูู
.
Maksudnya:
“Tiada khilaf pada masalah tawassul iaitu bertawassul bukan dengan
amalan orang yang bertawassul itu, seperti tawassul dengan zat-zat dan
individu-individu tertentu seperti kata: Ya Allah, aku bertawassul
kepada-Mu dengan nabi-Mu Muhammad s.a.w. atau aku bertawassul kepada-Mu
dengan Abu Bakar As-Siddiq r.a. atau dengan Umar bin-Al-Khattab r.a.
atau dengan Usman r.a. atau dengan Ali r.a. Maka inilah yang terlarang
disisi setengah-setengah mereka(golongan Ibn Taimiyah)”.
Berpegang
dengan pendapat ahli sunnah wal jamaah itu, maka K.H. Sirajuddin Abbas,
seorang ulamak Indonesia telah menyenaraikan jenis tawassul yang
dibolehkan. Antaranya beliau berkata:-
1-
Kita datang kepada seorang Nabi atau Ulamak yang kita anggap mulia dan
dikasihi Allah, lalu kita katakan kepada beliau: “Saya akan berdoa
memohonkan sesuatu kepada Allah , tetapi saya berharap pula Tuan Guru
mendoakan kepada Allah bersama saya, supaya permintaan saya ini
dikabulkan-Nya. Lalu kedua orang itu berdoa. Inilah namanya berdoa
dengan bertawassul.
2-
Kita datang ziarah kepad Nabi, pada ketika beliau hidup atau pada
ketika beliau telah meninggal, maka kita berdoa disitu dan kita harapkan
agar nabi Muhammad s.a.w. mendoakan kita kepada Allah. Ini namanya
berdoa dengan tawassul, dengan orang yang masih hidup atau yang telah
wafat.
3-
Kita datang ziarah ke maqam Tuan Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, seorang
ulama tasawwuf yang besar di Baghdad, lantas kita berdoa di situ kepada
Allah begini bunyinya: “ Ya Allah, ya Tuhan yang Maha Pengasih dan
Penyayang, saya mohon keampunan dan keredhaan-Mu berkat beliau yang
bermaqam disini kerana beliau ini saya tahu seorang ulama besar yang
engkau kasihi. Berilah permohonan saya, ya Allah ya Rahman dan rahim.
Doa macam ini namanya doa dengan tawassul.
4-
Kita berdoa kepada Allah yang maha Esa begini: “Ya Allah, berkat ‘Jah’
(tuah atau kelebihan) Nabi Muhammad s.a.w. berilah permohonan saya. Ini
namanya doa dengan tawassul dengan ‘Jah’ (tuah atau kelebihan) Nabi.
5-
Kita berdoa begini : “ Ya Allah, saya ada mengerjakan amalan yang baik
iaitu tetap hormat kepada ibu bapa saya, tak pernah saya durhaka. Ya
Allah yang Maha Mengetahui, kalau amal itu diterima oleh-Mu, maka
terimalah permohonan saya ini. Ini namanya doa bertawassul dengan amal
ibadat.
6-
Kita berdoa kepada Allah begini: “Ya Allah, berkat nama-Mu yang besar,
berilah saya daya itu. Ini namanya berdoa dengan bertawassul dengan nama
Allah.
2.3 Pandangan para ulama tantangTawassul
Untuk
mengetahui sejauh mana pembahasan tawassul telah dikaji para ulama, ada
baiknya kita tengok pendapat para ulama terdahulu. Kadang sebagian
orang masih kurang puas, jika hanya menghadirkan dalil-dalil tanpa
disertai oleh pendapat ulama’, walaupun sebetulnya dengan dalil saja
tanpa harus menyartakan pendapat ulama’ sudah bisa dijadikan landasan
bagi orang meyakininya. Namun untuk lebih memperkuat pendapat tersebut,
maka tidak ada salahnya jika disini dipaparkan pandangan ulama’ mengenai
hal tersebut.
Pandangan Ulama Madzhab
Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al-Mansur datang ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:"Kalau aku berziarah ke kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik menjawab:"Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu syafaat". (Al-Syifa' karangan Qadli 'Iyad al-Maliki jus: 2 hal: 32).
Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :"Syafii ibarat matahagi bagi manusia dan ibarat sehat bagi badan kita"
Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al-Mansur datang ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:"Kalau aku berziarah ke kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik menjawab:"Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu syafaat". (Al-Syifa' karangan Qadli 'Iyad al-Maliki jus: 2 hal: 32).
Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :"Syafii ibarat matahagi bagi manusia dan ibarat sehat bagi badan kita"
(ุดูุงูุฏ ุงูุญู ูููุณู ุจู ุฅุณู
ุงุนูู ุงููุจูุงูู ุต:166)
Demikian juga perkataan imam syafi’i dalam salah satu syairnya:
ุขู ุงููุจู ุฐุฑูุนุชู # ููู
ุฅููู ูุณููุชู
ุฃุฑุฌู ุจูู ุฃุนุทู ุบุฏุง # ุจูุฏู ุงููู ู ุตุญููุชู
(ุงูุนูุงุตู ุงูู ุญุฑูุฉ ูุฃุญู ุฏ ุจู ุญุฌุฑ ุงูู ูู ุต:180)
ุฃุฑุฌู ุจูู ุฃุนุทู ุบุฏุง # ุจูุฏู ุงููู ู ุตุญููุชู
(ุงูุนูุงุตู ุงูู ุญุฑูุฉ ูุฃุญู ุฏ ุจู ุญุฌุฑ ุงูู ูู ุต:180)
"Keluarga
nabi adalah familiku, Mereka perantaraku kepadanya (Muhammad), aku
berharap melalui mereka, agar aku menerima buku perhitunganku di hari
kiamat nanti dengan tangan kananku"
Pandangan Imam Taqyuddin Assubuky
Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah adalah sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul, salafussholeh, para ulama,’ serta kalangan umum umat islam dan tidak ada yang mengingkari perbuatan tersebut sampai datang seorang ulama’ yang mengatakan bahwa tawassul adalah sesuatu yang bid’ah. (Syifa’ Assaqom hal 160)
Pandangan Ibnu Taimiyah
Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :
Pandangan Imam Taqyuddin Assubuky
Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah adalah sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul, salafussholeh, para ulama,’ serta kalangan umum umat islam dan tidak ada yang mengingkari perbuatan tersebut sampai datang seorang ulama’ yang mengatakan bahwa tawassul adalah sesuatu yang bid’ah. (Syifa’ Assaqom hal 160)
Pandangan Ibnu Taimiyah
Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :
ุฃู
ุงููุจู ุนูู
ุดุฎุตุง ุฃู ูููู : ุงูููู
ุฅูู ุฃุณุฃูู ูุฃุชูุณู ุฅููู ุจูุจูู ู
ุญู
ุฏ ูุจู
ุงูุฑุญู
ุฉ ูุง ู
ุญู
ุฏ ุฅูู ุฃุชูุฌู ุจู ุฅูู ุฑุจู ููุฌูู ุญุงุฌุชู ูููุถููุง ูุดูุนู ّูู (ุฃุฎุฑุฌู
ุงูุชุฑู
ูุฐู ูุตุญุญู).
Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)"Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya'faat". Tawassul seperti ini adalah bagus (fatawa Ibnu Taimiyah jilid 3 halaman 276)
Pandangan Imam Syaukani
Beliau mengatakan bahwa tawassul kepada nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain ( orang sholeh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para shohabat.
Pandangan Muhammad Bin Abdul Wahab.
Beliau melihat bahwa tawassul adalah sesuatu yang makruh menurut jumhur ulama’ dan tidak sampai menuju pada tingkatan haram ataupun bidah bahkan musyrik. Dalam surat yang dikirimkan oleh Syekh Abdul Wahab kepada warga qushim bahwa beliau menghukumi kafir terhadap orang yang bertawassul kepada orang-orang sholeh., dan menghukumi kafir terhadap AlBushoiri atas perkataannya YA AKROMAL KHOLQI dan membakar dalailul khoirot. Maka beliau membantah : “ Maha suci Engkau, ini adalah kebohongan besar. Dan ini diperkuat dengan surat beliau yang dikirimkan kepada warga majma’ah ( surat pertama dan kelima belas dari kumpulan surat-surat syekh Abdul Wahab hal 12 dan 64, atau kumpulan fatwa syekh Abdul Wahab yang diterbitkan oleh Universitas Muhammad Bin Suud Riyad bagian ketiga hal 68)
2.4 Dalil-dalil tentang Tawassul
Dalam
setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa didukung dengan adanya
dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat tersebut tidak
dapat dijadikan sebagai pegangan. Dan secara otomatis pendapat tersebut
tidak mempunyai nilai yang berarti, demikian juga dengan permasalahan
ini, maka para ulama yang mengatakan bahwa tawassul diperbolehkan
menjelaskan dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawassul baik dari
nash al-Qur’an maupun hadis, sebagai berikut:
A. Dalil dari alqur’an.
1. Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, 35 :
ูุงุฃููุง ุงูุฐูู ุขู ููุงุงุชููุงุงููู ูุงุจุชุบูุง ุฅููู ุงููุณููุฉ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan."
Suat Al-Isra', 57:
A. Dalil dari alqur’an.
1. Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, 35 :
ูุงุฃููุง ุงูุฐูู ุขู ููุงุงุชููุงุงููู ูุงุจุชุบูุง ุฅููู ุงููุณููุฉ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan."
Suat Al-Isra', 57:
ุฃَُูููุฆَِู
ุงَّูุฐَِูู َูุฏْุนَُูู َูุจْุชَุบَُูู ุฅَِูู ุฑَุจِِّูู
ُ ุงَْููุณَِููุฉَ ุฃَُُّููู
ْ
ุฃَْูุฑَุจُ ََููุฑْุฌَُูู ุฑَุญْู
َุชَُู ََููุฎَุงَُููู ุนَุฐَุงุจَُู ุฅَِّู ุนَุฐَุงุจَ
ุฑَุจَِّู َูุงَู ู
َุญْุฐُูุฑุงً
17.
57.
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada
Tuhan mereka [857] siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada
Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya
azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. [857] Maksudnya: Nabi
Isa a.s., para malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah itu menyeru dan
mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Lafadl Alwasilah dalam ayat ini adalah umum, yang berarti mencakup tawassul terhadap dzat para nabi dan orang-orang sholeh baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, ataupun tawassul terhadap amal perbuatan yang baik.
2. Wasilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak jaman sebelum Nabi Muhammad SAW. QS 12:97 mengkisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang memohon ampunan kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi dan Rasul, yakni N. Ya'qub AS. Dan beliau sebagai Nabi sekaligus ayah ternyata tidak menolak permintaan ini, bahkan menyanggupi untuk memintakan ampunan untuk putera-puteranya (QS 12:98).
Lafadl Alwasilah dalam ayat ini adalah umum, yang berarti mencakup tawassul terhadap dzat para nabi dan orang-orang sholeh baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, ataupun tawassul terhadap amal perbuatan yang baik.
2. Wasilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak jaman sebelum Nabi Muhammad SAW. QS 12:97 mengkisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang memohon ampunan kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi dan Rasul, yakni N. Ya'qub AS. Dan beliau sebagai Nabi sekaligus ayah ternyata tidak menolak permintaan ini, bahkan menyanggupi untuk memintakan ampunan untuk putera-puteranya (QS 12:98).
َูุงُููุงْ
َูุง ุฃَุจَุงَูุง ุงุณْุชَุบِْูุฑْ ََููุง ุฐُُููุจََูุง ุฅَِّูุง َُّููุง ุฎَุงุทِุฆَِูู.
َูุงَู ุณََْูู ุฃَุณْุชَุบِْูุฑُ َُููู
ْ ุฑَุจَِّู ุฅَُِّูู َُูู ุงْูุบَُููุฑُ
ุงูุฑَّุญِูู
ُ
97.
Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap
dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah
(berdosa)".
98. N. Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
98. N. Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Di
sini nampak jelas bahwa sudah sangat lumrah memohon sesuatu kepada
Allah SWT dengan menggunakan perantara orang yang mulia kedudukannya di
sisi Allah SWT. Bahkan QS 17:57 dengan jelas mengistilahkan "ayyuhum
aqrabu", yakni memilih orang yang lebih dekat (kepada Allah SWT) ketika
berwasilah.
3. Ummat Nabi Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka. Bahkan secara eksplisit menyebutkan kedudukan N. Musa AS (sebagai Nabi dan Utusan Allah SWT) sebagai wasilah terkabulnya doa mereka. Hal ini ditegaskan QS 7:134 dengan istilahุจِู َุง ุนَِูุฏَ ุนِูุฏََูDengan (perantaraan) sesuatu yang diketahui Allah ada pada sisimu (kenabian).
Demikian pula hal yang dialami oleh Nabi Adam AS, sebagaimana QS 2:37
3. Ummat Nabi Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka. Bahkan secara eksplisit menyebutkan kedudukan N. Musa AS (sebagai Nabi dan Utusan Allah SWT) sebagai wasilah terkabulnya doa mereka. Hal ini ditegaskan QS 7:134 dengan istilahุจِู َุง ุนَِูุฏَ ุนِูุฏََูDengan (perantaraan) sesuatu yang diketahui Allah ada pada sisimu (kenabian).
Demikian pula hal yang dialami oleh Nabi Adam AS, sebagaimana QS 2:37
َูุชَََّููู ุขุฏَู
ُ ู
ِู ุฑَّุจِِّู َِููู
َุงุชٍ َูุชَุงุจَ ุนََِْููู ุฅَُِّูู َُูู ุงูุชََّّูุงุจُ ุงูุฑَّุญِูู
ُ
"Kemudian
Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang."Kalimat yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh
ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi
Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya
oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.
4. Bertawassul ini juga diajarkan oleh Allah SWT di QS 4:64 bahkan dengan janji taubat mereka pasti akan diterima. Syaratnya, yakni mereka harus datang ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah SWT di hadapan Rasulullah SAW yang juga mendoakannya.
َูู َุง ุฃَุฑْุณََْููุง ู ِู ุฑَّุณٍُูู ุฅِูุงَّ ُِููุทَุงุนَ ุจِุฅِุฐِْู ุงِّููู ََْููู ุฃََُّููู ْ ุฅِุฐ ุธََّูู ُูุงْ ุฃَُููุณَُูู ْ ุฌَุขุคَُูู َูุงุณْุชَุบَْูุฑُูุงْ ุงَّููู َูุงุณْุชَุบَْูุฑَ َُููู ُ ุงูุฑَّุณُُูู ََููุฌَุฏُูุงْ ุงَّููู ุชََّูุงุจًุง ุฑَّุญِูู ًุง
"Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
B. Dalil dari hadis.
a. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW sebelum lahir
Sebagaimana nabi Adam AS pernah melakukan tawassul kepada nabi Muhammad SAW. Imam Hakim Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda :
ูุงู ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู : ูู ุง ุงูุชุฑู ุขุฏู ุงูุฎุทูุฆุฉ ูุงู : ูุง ุฑุจู ! ุฅูู ุฃุณุฃูู ุจุญู ู ุญู ุฏ ูู ุง ุบูุฑุชูู ููุงู ุงููู : ูุง ุขุฏู ููู ุนุฑูุช ู ุญู ุฏุง ููู ุฃุฎููู ูุงู : ูุง ุฑุจู ูุฃูู ูู ุง ุฎููุชูู ุจูุฏู ูููุฎุช ّูู ู ู ุฑูุญู ุฑูุนุช ุฑุฃุณู ูุฑุฃูุช ุนูู ููุงุฆู ุงูุนุฑุด ู ูุชูุจุง ูุงุฅูู ุฅูุง ุงููู ู ุญู ุฏ ุฑุณูู ุงููู ูุนูู ุช ุฃูู ูู ุชุถู ุฅูู ุฅุณู ู ุฅูุง ุฃุญุจ ุงูุฎูู ุฅููู ููุงู ุงููู : ุตุฏูุช ูุง ุขุฏู ุฅูู ูุฃุญุจ ุงูุฎูู ุฅูู، ุงุฏุนูู ุจุญูู ููุฏ ุบูุฑุช ูู، ููููุง ู ุญู ุฏ ู ุง ุฎููุชู (ุฃุฎุฑุฌู ุงูุญุงูู ูู ุงูู ุณุชุฏุฑู ูุตุญุญู ุฌ : 2 ุต: 615)
"Rasulullah s.a.w. bersabda:"Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku". Lalu Allah berfirman:"Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?" Adam menjawab:"Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis "Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah" maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai". Allah menjawab:"Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu"
Imam Hakim berkata bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanadnya. Demikian juga Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah, Imam Qostholany dalam kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarkhu Almawahib Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti dalam kitabnya Khosois Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih.
Dan dalam riwayat lain, Imam Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan redaksi :
ููููุง ู
ุญู
ุฏ ู
ุง ุฎููุช ุขุฏู
ููุง ุงูุฌูุฉ ููุง ุงููุงุฑ (ุฃุฎุฑุฌู ุงูุญุงูู
ูู ุงูู
ุณุชุฏุฑู ุฌ: 2 ูุต:615)
Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih segi sanad, demikian juga Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan Syekh Ibnu Jauzi memaparkan dalam permulaan kitabnya Alwafa’ , dan dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.
Walaupun
dalam menghukumi hadis ini tidak ada kesamaan dalam pandangan ulama’,
hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam jarkh wattta’dil (penilaian
kuat dan tidak) terhadap seorang rowi, akan tetapi dapat diambil
kesimpulan bahwa tawassul terhadap Nabi Muhammad SAW adalah boleh.
Dalil-dalil yang melarang tawassul
Dalil yang dijadikan landasan oleh pendapat yang melarang tawassul adalah sebagai berikut:
1. Surat Zumar, 2:
Dalil yang dijadikan landasan oleh pendapat yang melarang tawassul adalah sebagai berikut:
1. Surat Zumar, 2:
ุฃََูุง
َِِّููู ุงูุฏُِّูู ุงْูุฎَุงِูุตُ َูุงَّูุฐَِูู ุงุชَّุฎَุฐُูุง ู
ِู ุฏُِِููู
ุฃََِْูููุงุก ู
َุง َูุนْุจُุฏُُูู
ْ ุฅَِّูุง َُِูููุฑِّุจَُููุง ุฅَِูู ุงَِّููู ุฒَُْููู
ุฅَِّู ุงََّููู َูุญُْูู
ُ ุจََُْูููู
ْ ِูู ู
َุง ُูู
ْ ِِููู َูุฎْุชََُِูููู
ุฅَِّู ุงََّููู َูุง َْููุฏِู ู
َْู َُูู َูุงุฐِุจٌ ََّููุงุฑٌ
Ingatlah,
hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara
mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah
tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
Orang yang bertwassul kepada orang sholih maupun kepada para kekasih Allah, dianggap sama dengan sikap orang kafir ketika menyembah berhala yang dianggapnya sebuah perantara kepada Allah.
Namun kalau dicermati, terdapat perbedaan antara tawassul dan ritual orang kafir seperti disebutkan dalam ayat tersebut: tawassul semata dalam berdoa dan tidak ada unsur menyembah kepada yang dijadikan tawassul , sedangkan orang kafir telah menyembah perantara; tawassul juga dengan sesuatu yang dicintai Allah sedangkan orang kafir bertwassul dengan berhala yang sangat dibenci Allah.
2. Surah al-Baqarah, 186:
Orang yang bertwassul kepada orang sholih maupun kepada para kekasih Allah, dianggap sama dengan sikap orang kafir ketika menyembah berhala yang dianggapnya sebuah perantara kepada Allah.
Namun kalau dicermati, terdapat perbedaan antara tawassul dan ritual orang kafir seperti disebutkan dalam ayat tersebut: tawassul semata dalam berdoa dan tidak ada unsur menyembah kepada yang dijadikan tawassul , sedangkan orang kafir telah menyembah perantara; tawassul juga dengan sesuatu yang dicintai Allah sedangkan orang kafir bertwassul dengan berhala yang sangat dibenci Allah.
2. Surah al-Baqarah, 186:
َูุฅِุฐَุง
ุณَุฃَََูู ุนِุจَุงุฏِู ุนَِّูู َูุฅِِّูู َูุฑِูุจٌ ุฃُุฌِูุจُ ุฏَุนَْูุฉَ ุงูุฏَّุงุนِ
ุฅِุฐَุง ุฏَุนَุงِู ََْูููุณْุชَุฌِูุจُูุงْ ِูู َُْูููุคْู
ُِููุงْ ุจِู َูุนََُّููู
ْ
َูุฑْุดُุฏَُูู
2.
186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka
itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Jika Allah maha dekat, mengapa perlu tawassul dan mengapa memerlukan sekat antara kita dan Allah.
Namun dalil-dalil di atas menujukkan bahwa meskipun Allah maha dekat, berdoa melalui tawassul dan perantara adalah salah satu cara untuk berdoa. Banyak jalan untuk menuju Allah dan banyak cara untuk berdoa, salah satunya adalah melalui tawassul.
3. Surat Jin, ayat 18:
Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Jika Allah maha dekat, mengapa perlu tawassul dan mengapa memerlukan sekat antara kita dan Allah.
Namun dalil-dalil di atas menujukkan bahwa meskipun Allah maha dekat, berdoa melalui tawassul dan perantara adalah salah satu cara untuk berdoa. Banyak jalan untuk menuju Allah dan banyak cara untuk berdoa, salah satunya adalah melalui tawassul.
3. Surat Jin, ayat 18:
َูุฃََّู ุงْูู
َุณَุงุฌِุฏَ َِِّููู ََููุง ุชَุฏْุนُูุง ู
َุนَ ุงَِّููู ุฃَุญَุฏุงً
72.
18. Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah)
Allah.
Kita dilarang ketika menyembah dan berdoa kepada Allah sambil menyekutukan dan mendampingkan siapapun selain Allah.
Seperti ayat pertama, ayat ini dalam konteks menyembah Allah dan meminta sesuatu kepada selain Allah. Sedangkan tawassul adalah meminta kepada Allah, hanya saja melalui perantara.
Kita dilarang ketika menyembah dan berdoa kepada Allah sambil menyekutukan dan mendampingkan siapapun selain Allah.
Seperti ayat pertama, ayat ini dalam konteks menyembah Allah dan meminta sesuatu kepada selain Allah. Sedangkan tawassul adalah meminta kepada Allah, hanya saja melalui perantara.
2.5 Bertawassul dengan orang yang sholeh
Adapun
yang menjadi perbedaan dikalangan ulama’ adalah bagaimana hukumnya
tawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang
dianggap sholeh dan mempunyai amrtabat dan derajat tinggi dei depan
Allah. sebagaimana ketika seseorang mengatakan : ya Allah aku
bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad atau Abu bakar atau Umar
dll.
Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), pada intinya adalah tawassul pada amal perbuatannnya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’.
Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), pada intinya adalah tawassul pada amal perbuatannnya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tawassul
dengan perbuatan dan amal sholeh kita yang baik diperbolehkan menurut
kesepakatan ulama’. Demikian juga tawassul kepada Rasulullah s.a.w. juga
diperboleh sesuai dalil-dalil di atas. Tidak diragukan lagi bahwa nabi
Muhammad SAW mempunyai kedudukan yang mulia disisi Allah SWT, maka tidak
ada salahnya jika kita bertawassul terhadap kekasih Allah SWT yang
paling dicintai, dan begitu juga dengan orang-orang yang sholeh.
3.2 Saran
Saran yang dapat saya sampaikan melalui makalah ini yaitu
- Semoga karya ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
- Kepada pembaca, penulis menganjurkan agar biasa mempelajari, memahami sidari makalah ini dengan sebaik-baiknya.
- Semoga dengan adanya makalah ini kita bisa memahami Tawassul dan Wasilah lebih mendalam.
- Kepada pembaca diharapkan bisa mengamalkan hal ini dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Shalih bin fauzan. 1998. kitab tauhid. Akafa press, jakarta.
http:/www.majalah tauhid.wordpress.com
http://id.wikipedia.org/wiki/tauhid rububiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar