1. Pengertian Terjemah
Kata terjemah dapat digunakan pada
dua arti:
a. Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu
bahasa kedalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa
sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib
bahasa pertama.
b. Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu
menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib
kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
Terjemah harfiyah dengan pengertian
sebagaimana diatas tidak mungkin dapat dicapai dengan baik jika konteks bahasa
asli dan cakupan semua maknanya tetap dipertahankan. Sebab karakteristik
setiap bahasa berbeda satu dengan yang lain dalam hal tertib bagian-bagian
kalimatnya.
Selain itu, bahasa arab mengandung
rahasia-rahasia bahasa yang tidak mungkin dapat diganti oleh ungkapan lain
dalam bahasa non arab. Karena lafaz-lafaz dalam terjemahan itu tidak akan sama
maknanya dalam segala aspek, apalagi dalam susunannya.
2. Hukum Terjemah Harfiyah
Atas dasar pertimbangan di atas maka
tak seorangpun ragu tentang haramnya menerjemahkan Qur’an dengan terjemah
harfiyah. Karena tidak seorang manusia berpendapat, kalimat-kalimat Qur’an jika
diterjemahkan, dinamakan kalamullah. Sebab Allah tidak berfirman kecuali dengan
Qur’an yang kit abaca dengan bahasa arab, dan kemukjizatan hanya khusus bagi
Qur’an yang diturunkan dalam bahasa arab.kemudian yang dipandang sebagai ibadah
dalam membacanya ialah Qur’an berbahasa arab yang jelas.
3. Terjemah Maknawiyah
Qur’an al-Karim mempunyai
makna-makna asli (pokok, utama) dan makna-makna sanawi (sekunder). Makna asli
ialah makna yang difahami secara sama oleh setiap orang yang mengetahui
pengertian lafaz secara mufrad (berdiri sendiri) dan mengetahui pula segi-segi
susunannya secara global. Sedangkan makna sanawi adalah karakteristik susunan
kalimat yang menyebabkan suatu perkataan berkualitas tinggi.
Makna asli sebagian ayat terkadang
sejalan dengan prosa dan puisi dalam arab tetapi kesejalanan ini tidak
menyentuh, Karena kemukjizatan al-Qur’an terletak pada keindahan susunan dan
penjelasannya yang sangat mempesona, yaitu dengan makna sanawi.
4. Hukum Terjemah Maknawiyah
Menerjemahkan makna-makna sanawi
Qur-an bukanlah hal mudah. Sebab tidak terdapat satu bahasa pun yang sesuai
dengan bahasa arab dalam petunjuk lafaz-lafaznya terhadap makna-makna yang oleh
ahli ilmu bayan dinamakan khawassut-tarkib (karakteristik-karakteristik
susunan).
Adapun makna-makna asli, dapat dipindahkan
kedalam bahasa lain. Dalam al-muwaffaqat, syatibi menjelaskan, menerjemahkan
Qur’an dengan memperhatikan makna asli adalah mungkin. Dari segi inilah
dibenarkan menafsirkan Qur’an dan menjelaskan makna-maknanya pada
kalangan awam serta mereka yang tidak mempunyai pemahaman kuat untuk mengetahui
makna-maknanya. Cara demikian diperbolehkan berdasarkan konsensus ulama islam.
Dan konsensus ini menjadi hujjah bagi dibenarkannya penerjemahan makna asli
Qur’an.
Namun demikian, terjemahan
makna-makan asli itu tidak terlepas dari kerusakan karena satu lafaz dalam
Qur’an terkadang mempunyai dua makna atau lebih.
Pendapat yang dipilih syatibi
dianggapnya sebagai hujjah tentang kebolehan menerjemahkan makan asli Qur’an
tidaklah mutlak. Sebab sebagian ulama membatasi kebolehan penerjemahan seperti
itu dengan kadar darurat dalam menyampaikan dakwah. Yaitu yang berkenaan dengan
tauhid dan rukun-rukun ibadah, tidak lebih dari itu.
- Terjemah Tafsiriyah
Dapat dikatakan apabila para ulama
islam melakukan penafsiran Qur’an dengan cara mendatangkan makna yang dekat,
mudah dan kuat, kemudian penafsiran ini diterjemahkan dengan penuh kejujuran
dan kecermatan, maka cara demikian dinamakan terjemah tafsir Qur’an atau
terjemah tafsiriyah, dalam arti mensyarahi (mengomentari) perkataan dan
menjelaskan maknanyadengan bahasa lain.usaha seperti ini tidak ada halangannya
karena Allah mengutus Muhammad menyampaikan risalah islam kepada seluruh umat
manusia, dengan segala bangsa dan ras yang berbeda-beda. Nabi menjelaskan:
“setiap nabi diutus kepada
kaumnya secara khusus, sedang aku diutus kepada manusia seluruhnya.”[1]
Qur’an yang turun dalam bahasa arab
dan disampaikan kepada umat arab merupakan keharusan. Akan tetapi umat-umat
lain yang tidak pandai bahasa arab atau tidak mengerti sama sekali, penyampaian
dakwah kepada mereka bergantung pada penerjemahan kedalam bahasa mereka.
Padahal kita telah mengetahui, kemustahilan terjemah harfiyah dan keharamannya.
Juga kemustahilan terjemah makna sanawi, sulitnya terjemah makna asli dan
bahaya yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu jalan satu-satunya yang dapat
ditempuh ialah menerjemahkan tafsir Qur’an yang mengandung asas-asas dakwah
dengan cara yang sesuai dengan nas-nas Kitab dan sunnah, kedalam bahasa setiap
suku bangsa. Maka dengan cara ini sampailah dakwah kepada mereka dan tegaklah
hujjah.
Berkenaan dengan terjemah tafsiriyah
ini perlu ditegaskan bahwa ia adalah terjemahan bagi pemahaman pribadi yang
terbatas. Ia tidak mengandung semua aspek pentakwilan yang dapat diterapkan
pada makna-makna Qur’an, tetapi hanya mengandung sebagian takwil yang dapat
dipahami penafsir tersebut. Dengan cara inilah akidah islam dan dasr-dasar
syariatnya diterjemahkan sebagaimana dipahamkan dari Qur’an. Al-Hafiz Ibn Hajar
menjelaskan, “barang siapa masuk agama islam atau ingin masuk islam lalu
dibacakan Qur’an kepadanya tetapi ia tidak memahaminya, maka tidak ada halangan
bila Qur’an diterangkan kepadanya untuk memperkenalkan hukum-hukumnya atau agar
tegaklah hujjah baginya, sebab hal itu dapat menyebabkan masuk islam.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar