Makalah tentang Aliran - aliran Pendidikan
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Gagasan
dan pelaksanaan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan
masyarakatnya. Sejak dulu, kini maupun dimasa depan pendidikan itu selalu
mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan sosial budaya dan
perkembangan iptek. Pemikiran-pemikiran yang membawapembaharuan pendidikan itu
disebut aliran-aliran pendidikan. [1]
Seperti
bidang-bidang lainya, pemikiran –pemikiran dalam pendidikan itu berlangsung
seperti suatu diskusi berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran terdahulu selalu
ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir-pemikir berikutnya, dan karena
dialog tersebut akan melhirkan lagi pemikiran-pemikiran baru dan demikian
seterusnya.
1.
Aliran klasik dan gerakan baru dalam
pendidikan
Aliran
ini merupakan pemikiran-pemikiran tentang pendidikan yang telah dimulai pada
zaman Yunani kuno, dan dengan kontribusi berbagai bagian dunia lainnya,
akhirnya berkembang dengan pesat di Eropa dan Amerika Serikat. Aliran-aliran
klasik meliputi aliran, nativisme, naturalisme, empirisme dan konvergensi
merupakan benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikran poendidikan masa
lalu, kini, dan mungkin yang akan datang.[2]
a.
Aliran
Nativisme
Nativisme adalah suatu doktrin filosofis yang
berpengaruh besar dalam pemikiran psikologis. Tokoh utamanya Arthur Schopenhaur
(1788-1860) seorang filosuf berkebangsaan Jerman. Aliran ini
berpandangan bahwa yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah faktor
keturunan dan pembawaan atau sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir. Pendidikan
dan pengalaman hidup lainnya tidak dapat mengubah sifat-sifat
keturunan/pembawaaan manusia.
Usaha-usaha mendidik dalam pandangan aliran ini merupakan usaha yang sia-sia. Karena pandangan pesimis ini,
maka aliran ini dalam dunia pendidikan disebut “Pesimesme pedagogis.” Secara
singkat keturunan diartikan semua sifat-sifat atau cirri-ciri yang melekat pada
seorang anak yang merupakan regenerasi dari orang tuanya.
Sedangkan pembawaan adalah seluruh kemungkinan atau potensi-potensi yang
terdapat pada seseorang yang selama perkembangannya bisa direalisasikan atau
pengertian ini bisa disamakan dengan bakat (anleg). Omar Muihammad Al-Toumi
Al-Syaibani menyebutkan keturunan/pembawaan sebagai cirri dan sifat-sifat yang
diwarisi dari orang tuanya. Sifat-sifat tersebut dibagi tiga macam.
1.
Sifat-sifat tubuh (Jasmani), seperti warna kulit,
warna mata, ukuran tubuh, bentuk kepala, wajah, rambat dan lain-lain.
2.
Sifat-sifat akal, seperti cerdas, pandai, bebal, bodoh
dan lain-lain.
3.
Sifat-sifat akhlak atau moral, seperti prilaku baik,
prilaku jahat, pemberani, pemarah, pemaaf, penyabar, penolong, beriman dan
bertaqwa, dan lain-lain.
b. Naturalisme
Hampir sama dengan aliran
nativsime adalah aliran naturalisme. Nature artinya alam atau apa yang dibawa
sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pada dasarnya semua anak (manusia)
adalah baik. Meskipun aliran ini percaya dengan kebaikan awal manusia, aliran ini tidak menafikan peranan
dan pengaruh lingkungan atau pendidikan. Pendidikkan yang baik akan
mengantarkan terciptanya manusia yang baik. Sebaliknya pendidikan dan
lingkungan yang jelek akan berakibat manusia menadi jelek juga.
J. Rooseau sebagai tokoh aliran
ini mengatakan, “semua anak adalah baik pada dilahirkan, tetapi menjadi rusak
di tangan manusia”. Oleh karena itu dia mengajukan pendapat agar pendidikan
anak menggunakan sistem “pendidikan alam”. Artinya anak hendaklah dibiarkan
tumbuh dan berkembang menurut alamnya. Manusia dan masyarakat jangan terlalu
ikut mencampurinya.[3]
Dalam konteks pembentukan moral
siswa, maka menurut aliran nativisme, moral seseorang ditentukan oleh dirinya
sendiri sesuai dengan sifat-sifat pembawaan yang ada sejak manusia lahir, dan
pendidikan tidak mempunyai peran dalam membentuk moral siswa.
c.
Aliran
Emperisme
Aliran emperisme berlawanan dengan aliran nativisme.
Kalau dalam nativisme pembawaan atau keturunan menjadi faktor penentu yang
mempengaruhi perkembangan manusia, maka dalam emperisme yang mempengaruhi perkembangan manusia
adalah lingkungan dan pengalaman pendidikannya.
Tokoh utama aliran ini adalah Jhon Locke (1632-1704)
dengan gagasan awalnya mendirikan “The school of british empiricism” (aliran emperisme Inggris). Sekalilpun aliran ini
bermarkas di Inggris tetapi pengaruhnya sampai ke Amerika Serikat sehingga
melahirkan aliran “environmental psychology” (Psikologi lingkungan, 1988).[4]
Sartain
(Seorang ahli psikologi Amerika) menyebutkan bahwa yang dimaksud lingkungan
adalah semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu
mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kemudian dia
membagi lingkungan menjadi tiga bagian; lingkungan alam/luar (external environment),
lingkungan dalam (internal environment) dan lingkungan sosial (social
environment).
Aliran ini juga mendapat dukungan dari kaum
behavioris, salah satu tokoh tulen behavioris Waston berkata : “Berilah saya
sejumlah anak yang baik keadaan badannya dan situasi yang saya butuhkan, dan
dari setiap orang anak, entah yang mana dapat saya jadikan dokter, seorang
pedagang, seorang ahli hokum, atau jika memang dikehendaki, menjadi seorang
pengemis atau seorang pencuri”.
Secara eksplisit aliran emperisme menekankan betapa
peran lingkungan dan pengalaman pendidikan sangat besar dalam mengubah atau
mengembangkan manusia dan setiap anak bisa dibentuk sesuai dengan kepentingan
dan arahan lingkungan. Pendapat kaum emperis yang optimis ini, di dalam dunia
pendidikan dikenal dengan “optimisme pedagogis”.
Doktrin mendasar yang masyhur dalam aliran emperisme
adalah teori “tabula rasa”, sebuah istilah latin yang berarti batu tulis kosong
atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula
rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Dalam arti
perkembangan manusia tergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya,
sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
Dalam hal ini, para penganut
emperisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan
kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa anak kelak
tergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
Nabi Muhammad SAW : bersabda :
“Semua anak
dilahirkan dalam keadaan suci, ibu dan bapaknya yang akan menentukan apakah
anak tersebut akan menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi”
(HR.
Bukhari).
Bagi aliran ini, pembentukan
moral dan prilaku manusia akan sangat tergantung pada kondisi lingkungannya.
Lingkungan yang baik (bermoral) tempat di mana anak-anak melakukan interaksi
akan terpengaruh pada terciptana anak-anak yang berprilaku dan bermoral baik.
Demikian pula lingkungan yang tidak baik akan menciptakan anak-anak yang
bermoral tidak baik.
d.
Aliran
Konvergensi
Munculnya aliran konvergensi merupakan respon terhadap
pertentangan antara dua aliran ekstrim nativisme dan emperisme. Konvergensi berusaha
untuk mengkompromikan arti penting aspek keturunan pada satu sisi dan aspek
lingkungan di sisi yang lain sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan
manusia. Tokoh aliran ini, Louis William Sterm, seorang psikolog Jerman
(1871-1938).[5]
Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi manusia,
aliran ini tidak hanya berpegang pada lingkungan, pengalaman/pendidikan saja,
tetapi juga mempercayai faktor keturunan. Konvergensi memposisikan pembawaan dan
lingkungan dalam posisi yang sama-sama penting. Pembawaan tidak mempunyai arti
apa-apa terhadap perkembangan manusia jika tidak didukung oleh kondisi
lingkungan yang memadai. Demikian pula lingkungan dan pengalaman tanpa adanya
bakat pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia sesuai dengan harapan.
Bagi aliran konvengensi, keturunan dan lingkungan sama-sama mempunyai peran dan
andil dalam perkembangan manusia.
Keterkaitan peran antara keturunan dan lingkungan
dapat diumpamakan dengan menyemai benih tanaman yang bagus, jika ingin
menghasilkan tanaman yang bagus, maka harus disemai di lahan yang subur.
Seandainya benih tersebut disemai di tanah yang tidak cocok atau tandus, maka
hasilnya tidak akan sesuai
harapan. Demikian pula sebaliknya sesubur apapun tanahnya, jika benih yang
ditanam tidak bagus maka hasilnya pun tentu kurang bagus.
Dalam hal ini yang berbeda mungkin tingkat dominasi
tingkat pengaruh keturunan dan lingkungan terhadap pertumbuhan manusia.
Pengaruh kedua faktor ini juga berbeda melihat umur dan fase pertumbuhan yang
dilalui. Faktor keturunan umumnya lebih kuat pengaruhnya pada tingkat bayi.
Faktor keturunan berkembang sebelum terjadinya interaksi sosial serta adanya
pengalaman-pengalaman baru. Sebaliknya faktor lingkungan lebih besar
pengaruhnya apabila manusia meningkat dewasa. Karena waktu
itu ruang gerak untuk melakukan interaksi dengan lingkungan sosial dan
pengalaman-pengalaman hidup semakin luas terbuka.
Di samping itu faktor pembawaan
(tabi’at) yang diwarisi sejak manusia lahir juga menentukan tingkat penerimaan dalam
perubahan moral. Perbedaan penerimaan perubahan ini dapat kita saksikan khususnya pada
anak-anak. Anak-anak biasanya tidak menutup-nutupi dengan sengaja dan sadar
karakter yang dimilikinya. Kita dapat menyaksikan bagaimana tingkat penerimaan
mereka terhadap perbaikan karakter, Ada sebagian anak yang dengan mudah
menerima proses perubahan atau perbaikan tetapi sering kita saksikan pula
banyak anak yang enggan menerima perbaikan karakter itu. Sikap mereka ada yang
keras dan ada yang malu-malu”[6]
2. Gerakan baru pendidikan dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan di Indonesia
a. Pengajaran alam sekitar
Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan
sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar, perintis gerakan ini antara
lain: Fr. A. Fingerb(1808-1888). Dengan pengajajaran alam sekitar guru dapat
meragakan secara langsung. Pengajaran ini memberikan kesempatan
sebanyak-banyaknya agar anak aktif atau giat tidak hanya duduk, dengar dan
catat saja.
b.
Pengajaran Pusat
Perhatian
Pengajaran ini dirintis oleh Ovideminat Decroly
(1871-1932) dari Belgia. Dalam pengajaran ini harus dididik untuk dapat hidup
dalam masyarakat dan dipersiapkan dalam masyarakat, anak harus diarahkan kepada
pembentukan individu dan anggota masyarakat. Oleh karena itu, anak harus
mempunyai pengetahuan terhadap diri sendiri (tentang hasrat dan cita-citanya)
dan pengetahuan tentang dunianya (lingkungan tempat hidup dihari depannya)..
c.
Sekolah kerja
Menurut J.A Comenius (1592-1670) gerakan sekolah kerja
menekankan agar pendidikan mengembangkan fikiran, ingatan, bahasa, dan tangan
(keterampilan kerja tangan). Selain itu menurut J.H Pestalozzi (1746-1827)
mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukaran disekolahnya.
d.
Pengajaran Proyek
Menurut John Dewey (1859-1952) mengemukakan bahwa
pendidikan adalah suatu proses kehidupan itu sendiri dan bukannya penyiapan
untuk kehidupan masa depan. Dalam pengajaran ini, anak bebas menentukan
pilihannya (terhadap pekerjaan), merancang serta memimpinnya.[7]
PENUTUP
Aliran-aliran
pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok
manusia diharapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan
yang lebih baik dari orang tuannya didalam berbagai kepustakaan tentang
aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan dimulai dari
zaman yunani kuno sampai kini. Oleh karena itu, kajian ini dibatasi hanya pada
beberapa rumpun aliran klasik dilanjutkan dengan beberapa gerakan baru yang
pengaruhnya masih terasa hingga kini, dan akhirnya dua tonggak penting
pemikiran pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Tirtarahardja, Umar. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Syah, Muhibbin.
1995. Psikologi
Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Omar M.
al-Toumy al-Syaibani. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Purwanto, M. Ngalim.
1988. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Al-Ghazali.
1994. Mengobati
Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia. Bandung : Kharisma.
[1]
Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta,2000),
hlm.191
[2]
Ibid, hlm.193
[3]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
Suatu Pendekatan Baru,
(Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1995), hlm.
42-43
[4]
Omar M. al-Toumy al-Syaibani, Falsafah
Pendidikan Islam (Jakarta
: Bulan Bintang, 1979), hlm 138
[5]
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,
(Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1988), hlm 59
[6]
Al-Ghazali, Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia,
(Bandung : Kharisma, 1994) hlm, 41-42
[7]
Op Cit, Umar Tirtarahardja, hlm,206
Tidak ada komentar:
Posting Komentar